Saturday 22 January 2011

K3 mAYBRAT oLeh aGUstINus kAMbuAYA

Rumusan Kemiskinan, Kebodohan, Ketebelakangan (3 K) Oleh Pemerintah Membunuh Indentitas Masyarakat Papua

oleh Agustinus R Kambuaya pada 22 Januari 2011 jam 21:30
Rumusan Kemiskinan, Kebodohan, Ketebelakangan (3 K) Oleh Pemerintah Membunuh Indentitas Masyarakat Papua
Agustinus.R.Kambuaya
Gejolak politik yang membara pada 10 tahun terakir  di Papua merupakan duri dalam daging atau kerikil dalam sepatu begitulah istilah yang sering disebutkan para politisi,aktifis, akademisi,LSM untuk mengabarkan permasalahan bangsa yang belum terselesaikan.Dalam konteks ini adalah konflik sejarah Papua .
Ketika Papua bergejolak dan menyita perhatian pemerintah,berbagai upaya secara intens dilakukan oleh pemerintah untuk menjawab pergolakan politik yang nyaris berujung pada disintegrasi bangsa. Upaya pendekatan secara lunak (soft) dilakukan pemerintah dengan berbagai kebijakan pembagunan sementara disisi yang lain pemerintah melakukan pendekatan yang keras (hard) seperti operasi militer dengan status Daerah Operasi Militer (DOM) dengan berbagai motif atau istilah yang sering dikenal dengan operasi pamungkas,operasi serigala,operasi lumba-lumba dan operasi lainya. Hasilnya bisa dilihat banyak masyarakat kehilangan saudara,handai tolan ayah ibu dan saudara-saudara lainya.
Terlepas dari kedua pendekatan yang telah disebutkan diatas yang membawa dampak cukup nyata yang bisa dijumpai, namun ada salah satu faktor yang luput dari pandanga,pengamatan dan peneltian baik oleh pemerintah, akademisi, dan para aktifis. Faktor tersebut adalah upaya perumusan dan penyederhanaan akar atau penyebab  konflik Papua kedalam Kemiskinan, Kebodohan, Keterbelakanagan atau yang sering disebut (3K). Rumusan yang dilakukan pemerintah dengan menyederhanakan persoalan Papua ini disatu sisi tidak menyelesaikan maslah Papua secara prinsipil, rumusan akar persoalan Papua ke dalam 3K ini juga pada giliranya melahirkan atau meningalkan persoalan baru  yang permanen,yang tidak disadari oleh masyarakat Papua. Masalah yang dilahirkan dari rumusan 3K ini adalah kematian atau kehilangan produktifitas generasi muda Papua secara psikologis dan secara cultur (budaya).
Sekelumit penjelasan yang abstrak diatas tentu menimbulkan pertanyaan Mengapa 3K membawa dampak bagi masyarakat Papua ? Dan Pertanyaan selajutannya adalah Apa bentuk kongkrit yang dihasilkan oleh rumusan 3K tersebut ? Kedua pertanyaan tersebut diatas perlu dijawab  agar bisa menyepurnakan tulisan ini sehingga ide atau maksud yang disampaikan bisa sampai dan dipahami oleh pembaca.
Sekelumit penjelasan diatas tentu menimbulkan pertanyaan lajutan mengapa 3K menimbulkan masalah Baru dan Apa bentuk kongkrit  yang dihasilkan oleh rumusan 3K ?
Sudah barang tentu bahwa rumusan yang dilakukan oleh pemerintah, aktifis, LSM yang menyederhanakan persoalan pergolakan Papua kedalam Kemiskinan, Ketertingalan serta Kebodohan (3K) yang selalu diulang-ulang diberbagai kesempatan baik seminar,dialok atau diskusi serta berbagai media lainya menanmkan suatu pengetahuan atau stigma umum dibenak masyarakat seluruh Indonesia bahwa orang Papua sanggat akrab dengan ketiga hal tersebut. Peryataan yang diulang-ulang ini pada perkembangannya menciptakan pandangan yang remeh (diskriminatif) oleh masyarakat  luas tetang masyarakat (generasi) Papua.
 Akibatnya Masyarakat diluar Papua selalu memngangap diri mereka lebih beradap,bermartabat,moderen,dan maju dibandingkan masyarakat Papua. Pada kondisi yang sama,sebagian masyarakat Papua semakin terlarut dan  menangapi dengan serius dan menilai diri mereka dari sudut pandang orang luar Papua. Sehingga kadang tidak merasa bangga dengan adat isti adat,bahasa yang dimiliki. Baik orang luar Papua maupun sebagian orang Papua memandang bahwa didalam budaya serta diri mereka tidak ada sesuatu yang positif yang bisa di andalkan. Baik bahasa, busana serta indentitas lainya tidak perlu dibangakan karena itu dianggap sebagai symbol dari keterbelakangan,kebodohan,serta kemiskinan. Dalam bahasa lain generasi muda Papua menderita imverior comples. Suatu sifat rendah diri. Genarasi muda Papua tidak igin mengali budaya mereka, karena perasaan rendah terhadap budaya sendiri.
Sebagai contoh kongkrit, beberapa generasi muda Papua (Sorong/Ayamaru) baik yang lahir dan menetap di kota maupun pedesan kadang tidak merasa bangga dengan bahasa mereka. Ketika ditengah keramaian atau lingkungan yang mayoritas bukan masyarakat Papua,generasi muda Ayamaru cenderung malu untuk berkomunikasi dengan bahasa daerah sendiri. Hal ini disebabkan karena perasaan rendah yang mengendap sejak lama. Yang manjdi bola salju yang membunuh produktifitas dan kepercayan diri mereka. Karena tidak sering mengunakan bahasa daerah sendiri,lambat laun satu kosa katapun tidak diketahui,yang ada hanyalah komunikasi dalam bahasa Indonesia dialek melayu Papua.
Sekarang tidak hanya generasi muda Maybrat atau Ayamaru kebanyakan generasi muda Papua bisa dibilang menyandang status marga yang menunjukan asal suku tetapi sebenarnya indentitas suku mereka tidak ada dalam diri mereka. Suatu status yang disandang percuma atau kosong nilai.
Ketika berdiskusi panjang lebar soal pendidikan,kehilangan indentitas budaya,akan mulcul pandangan lalu apa sebenranya manfaat dan hubungan atau korelasi budaya dengan pembagunan. Tentu ada, Jepang berhasil menunjukan bahwa kemajuan mereka didasari oleh spirit atau dorongan budaya menjadi faktor kuat kecerdasan dan disiplin diri orang jepang. Budaya samurai yang diwarisi masyarakat jepang sejak jaman kerjakan menjadi landasan atau fondasi yang membagun karakter dan intelektual masyarakat jepang. Samurai mengandung nilai prinsip kerja keras,setia kepada raja dan pemerintah,rasa malu ketika tidak berhasil menjalankan tugas atau mencuri membuat jepang menjadi masyarakat yang maju sekaligus bersih dari korupsi yang cenderung menjadi bahaya laten di Negara-negara Asia pada umunya. Dengan dasar budaya samurai yang kuat,tanpa didorong atau diatur oleh suatu aturan,masyarakat jepang bergerak dan teratur sendiri oleh budaya mereka.
Melihat kenyataan jepang dalam konteks atau relefansinya dengan masyarakat Papua (Maybrat) kita memiliki banyak ungkapan filosofi yang menjadi prinsip hidup yang bisa mengontrol moral,perilaku ekonomi,politik dan sosial budaya kita dalam berpemerintahan. Namun semua itu telah hilang karena kita cenderung mengunakan standar kemajuan dengan mengunakan budaya atau sudut pandang lain sehingga kearifan lokal berupa pengetahuan kita tidak kita gali kebali sebagai landasan intekltual dan landasan prinsip karakter kita. Sutau hal yang sungguh ironis. Setiap manusai Papua kemudian lupa akan diri sendiri,berontak terhadap budaya dan nenek moyangnya sendiri.
<span>Referensi.Baca</span>
  1. Sokraktes Sofyan Yoman . Kita Minum Air Dari Sumur Kita Sendiri.
  2. Dr.Demi Antoh. Mengugat Implementasi Otsus Papua
  3. <span>www. Wikipedia.com</span>.Restorasi Meiji Jepang
  4. www.Goggle.com. Sejarah Meiji jepang.

1 comment:

  1. sebuah tulisan yg memang jeli karena berangkat dari realita, terkait generasi sekarang yg malu menggunakan bahasa ibu (maybrat), itu bisa dibenarkan dan itu juga tugas kita bersama mengingat hanya hewan saja yg tidak punya jati diri......terima kasih sekali lagi untuk artikel yg menggugah para pembaca yg mau bicara tentan jati dirinya....salam hormat !!

    ReplyDelete