Gubernur Papua Barat dan Bupati Maybrat Diminta Patuhi Putusan MK
Selasa, 29 September 2015
[JAKARTA] Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Atururi dan
Bupati Maybrat Karel Murafer diminta mematuhi putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) soal ibu kota Kabupaten Maybrat yang oleh MK diputuskan
dipindahkan dari Kumurkek ke Ayamaru.
Pembangkakangan terhadap putusan MK tersebut, merupakan kejahatan
konstitusi Negara dan berdampak pada potensi konflik horizontal warga
Maybrat.
Hal itu disampaikan sejumlah warga Kabupaten Maybrat, Papua Barat
yang tergabung dalam Tim Pejuang Putusan MK di Jakarta, Selasa (29/9).
“Kami hanya ingin Kabupaten Maybrat segera membangun, sehingga maju
seperti daerah otonom lainnya dan terhindar dari konflik antarsesama
warga,” ujar mereka.
Tim ini terdiri dari Tokoh Pepera Maybrat, Matias Kambu, tokoh
masyarakat Ayamaru Yulianus Kareth, tokoh masyarakat Aitinyo Utara
Yosias Yumame, tokoh gereja Aitinyo Raya Yance Kareth, tokoh masyarakat
Ayamaru Timur Elisama Sraun, tokoh masyarakat Ayamjaru Barat Melkianus
Duwith, dan tokoh masyarakat Ayamaru Timur Selatan, Yance Kambu.
Menurut mereka, jika Bupati Maybrat dan Gubernur Papua Barat tetap
bersikukuh melaksanakan kegiatan pemerintahan dan administrasi di
Kumurkek, maka kedua pejabat tersebut, dapat disebut membangkang
terhadap konstitusi Negara. Kedua pejabat itu juga bisa dianggap sengaja
membiarkan warganya berkonflik dan menghambat kemajuan pembangunan di
Maybarat.
“Kalau ibu kota Kabupaten Maybrat tidak segera dipindahkan ke Ayamaru
sesuai putusan MK, sangat dikhawatirkan konflik bahkan perang
antarsuku di daerah itu meledak. Ini bom waktu yang bisa meledak kapan
pun kalau tidak diantisipasi. Kami mohon Pak Gubernur dan Bupati Maybrat
berbesar hati dan bijak serta negarawan agar tidak membiarkan perang
terjadi dengan segera memindahkan ibu kota Maybrat ke Ayamaru,” ujar
warga Maybrat itu.
Sebelumnya mereka telah mengirim surat ke Menkopolhukham Luhut
Panjaitan dan meminta turun tangan menyelesaikan ibu kota Maybrat
tersebut. Terkait dengan itu, Menkopolhukham pun mengeluarkan instruksi
bahwa putusan MK yang membatalkan Kumurkek sebagai ibu kota selanjutnya
memutuskan Ayamaru sebagai ibu kota Maybrat, harus dilaksanakan.
Untuk diketahui, Kabupaten Maybrat, Papua Barat terbentuk berdasarkan
UU 13/2009 dengan ibu kota Kumurkek yang terletak di Distrik Aifat.
Namun, mayoritas masyarakat Maybrat menginginkan agar ibu kota berada di
Ayamaru, karena sejak zaman Belanda, Ayamaru telah menjadi ibu kota dan
hingga kini menjadi pusat kegiatan masyarakat maupun pemerintahan.
Karena itu, Bupati Bernard Sagrim dan Ketua DPRD Maybrat Moses
Murafer merespons aspirasi. Mereka mengajukan permohonan pengujian
Materi Pasal 7 UU 13/2009 tentang ibu kota Maybrat di Kumurkek untuk
dipindahkan ke Ayamaru sesuai aspirasi mayoritas rakyat.
MK dalam sidang yang ketika itu dipimpin Akil Mochtar membatalkan
ketentuan penetapan Ibu Kota Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat,
yang berkedudukan di Kumurkek, Distrik Aifat. MK mengabulkan permohonan
pengujian Pasal 7 UU No. 13 Tahun 2009 yang diajukan Bupati Bernard
Sagrim dan Ketua DPRD Maybrat Moses Murafer.
“Pasal 7 UU Pembentukan Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai 'Ibukota Kabupaten Maybrat berkedudukan di
Ayamaru',” tutur Ketua Majelis MK, M. Akil Mochtar saat membacakan amar
putusan di Gedung MK, Kamis (19/9/2013).
Historis Sejarah
Historis Sejarah
Dalam pertimbangannya, Mahkamah mengungkapkan ternyata di Kabupaten
Maybrat pelaksanaan fungsi pemerintahan dan kegiatan DPRD masih
dilaksanakan di Ayamaru. Hal itu sesuai dengan aspirasi mayoritas
masyarakat dan faktor historis sejak zaman Belanda, Ayamaru merupakan
pusat kegiatan masyarakat dan pemerintahan.
Menurut Mahkamah, penentuan Ibukota Kabupaten Maybrat yang
berkedudukan di Kumurkek, Distrik Aifat secara faktual telah
mengesampingkan prinsip-prinsip penentuan lokasi ibu kota suatu wilayah.
“Aspirasi masyarakat tidak sepenuhnya digunakan sebagai penentuan
Ibukota Kabupaten Maybrat dalam pembentukan UU No. 13 Tahun 2009.
Padahal penyerapan aspirasi merupakan pengejewantahan prinsip
demokrasi,” tutur Hakim Konstitusi Maria Farida.
Faktanya, tutur Maria, penetapan Ibukota Kabupaten Maybrat di
Kumurkek, Distrik Aifat malah menjauhkan masyarakat dari pelayanan
pemerintahan yang sudah sepantasnya diberikan kepada setiap warga
negara. Selain itu, penentuan Ibukota Kabupaten Maybrat yang
berkedudukan di Kumurkek, Distrik Aifat turut pula memicu terjadinya
konflik dalam masyarakat.
Menurut Mahkamah, pembentukan Kabupaten Maybrat yang awalnya untuk
meningkatkan pelayanan bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan,
dan kemampuan pemanfaatan potensi daerah tidak dapat terlaksana dengan
ditetapkannya Ibukota Kabupaten Maybrat di Kumurkek, Distrik Aifat.
“Seharusnya, penetapan Ibu kota Kabupaten Maybrat ditetapkan
berdasarkan aspirasi mayoritas masyarakat. Paling penting dengan
mempertimbangkan wilayah yang paling memberi kemudahan pemberian
pelayanan kepada masyarakat di seluruh wilayah Kabupaten Maybrat,” jelas
Maria Farida. [M-15/L-8]
Sumber: http://sp.beritasatu.com/nasional/gubernur-papua-barat-dan-bupati
No comments:
Post a Comment