Saturday 7 November 2015

Gubernur Papua Barat dan Bupati Maybrat Diminta Patuhi Putusan MK
Selasa, 29 September 2015
Kota Ayamaru, Papua. [Google]
[JAKARTA] Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Atururi dan Bupati Maybrat Karel Murafer diminta mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ibu kota Kabupaten Maybrat yang oleh MK diputuskan dipindahkan dari Kumurkek ke Ayamaru.
Pembangkakangan terhadap putusan MK tersebut, merupakan kejahatan konstitusi Negara dan berdampak pada potensi konflik horizontal warga Maybrat.
Hal itu disampaikan sejumlah warga Kabupaten Maybrat, Papua Barat yang tergabung dalam Tim Pejuang Putusan MK di Jakarta, Selasa (29/9). “Kami hanya ingin Kabupaten Maybrat segera membangun, sehingga maju seperti daerah otonom lainnya dan terhindar dari konflik antarsesama warga,” ujar mereka.
Tim ini terdiri dari Tokoh Pepera Maybrat, Matias Kambu, tokoh masyarakat Ayamaru Yulianus Kareth, tokoh masyarakat Aitinyo Utara Yosias Yumame, tokoh gereja Aitinyo Raya Yance Kareth, tokoh masyarakat Ayamaru Timur Elisama Sraun, tokoh masyarakat Ayamjaru Barat Melkianus Duwith, dan tokoh masyarakat Ayamaru Timur Selatan, Yance Kambu.
Menurut mereka, jika Bupati Maybrat dan Gubernur Papua Barat tetap bersikukuh melaksanakan kegiatan pemerintahan dan administrasi di Kumurkek, maka kedua pejabat tersebut, dapat disebut membangkang terhadap konstitusi Negara. Kedua pejabat itu juga bisa dianggap sengaja membiarkan warganya berkonflik dan menghambat kemajuan pembangunan di Maybarat.
“Kalau ibu kota Kabupaten Maybrat tidak segera dipindahkan ke Ayamaru sesuai  putusan MK, sangat dikhawatirkan konflik bahkan perang antarsuku di daerah itu meledak. Ini bom waktu yang bisa meledak kapan pun kalau tidak diantisipasi. Kami mohon Pak Gubernur dan Bupati Maybrat berbesar hati dan bijak serta negarawan agar tidak membiarkan perang terjadi dengan segera memindahkan ibu kota Maybrat ke Ayamaru,” ujar warga Maybrat itu.
Sebelumnya mereka telah mengirim surat ke Menkopolhukham Luhut Panjaitan dan meminta turun tangan menyelesaikan ibu kota Maybrat tersebut. Terkait dengan itu, Menkopolhukham pun mengeluarkan instruksi bahwa putusan MK yang membatalkan Kumurkek sebagai ibu kota selanjutnya memutuskan Ayamaru sebagai ibu kota Maybrat, harus dilaksanakan.
Untuk diketahui, Kabupaten Maybrat, Papua Barat terbentuk berdasarkan UU 13/2009 dengan ibu kota Kumurkek yang terletak di Distrik Aifat. Namun, mayoritas masyarakat Maybrat menginginkan agar ibu kota berada di Ayamaru, karena sejak zaman Belanda, Ayamaru telah menjadi ibu kota dan hingga kini menjadi pusat kegiatan masyarakat maupun pemerintahan.
Karena itu, Bupati Bernard Sagrim dan Ketua DPRD Maybrat Moses Murafer merespons aspirasi. Mereka mengajukan permohonan pengujian Materi Pasal 7 UU 13/2009 tentang ibu kota Maybrat di Kumurkek untuk dipindahkan ke Ayamaru sesuai aspirasi mayoritas rakyat.
MK dalam sidang yang ketika itu dipimpin Akil Mochtar membatalkan ketentuan penetapan Ibu Kota Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat, yang berkedudukan di Kumurkek, Distrik Aifat. MK mengabulkan permohonan pengujian Pasal 7 UU No. 13 Tahun 2009 yang diajukan Bupati Bernard Sagrim dan Ketua DPRD Maybrat Moses Murafer.
“Pasal 7 UU Pembentukan Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Ibukota Kabupaten Maybrat berkedudukan di Ayamaru',” tutur Ketua Majelis MK, M. Akil Mochtar saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Kamis (19/9/2013).

Historis Sejarah
Dalam pertimbangannya, Mahkamah mengungkapkan ternyata di Kabupaten Maybrat pelaksanaan fungsi pemerintahan dan kegiatan DPRD masih dilaksanakan di Ayamaru. Hal itu sesuai dengan aspirasi mayoritas masyarakat dan faktor historis sejak zaman Belanda, Ayamaru merupakan pusat kegiatan masyarakat dan pemerintahan.
Menurut Mahkamah, penentuan Ibukota Kabupaten Maybrat yang berkedudukan di Kumurkek, Distrik Aifat secara faktual telah mengesampingkan prinsip-prinsip penentuan lokasi ibu kota suatu wilayah.
“Aspirasi masyarakat tidak sepenuhnya digunakan sebagai penentuan Ibukota Kabupaten Maybrat dalam pembentukan UU No. 13 Tahun 2009. Padahal penyerapan aspirasi merupakan pengejewantahan prinsip demokrasi,” tutur Hakim Konstitusi Maria Farida.
Faktanya, tutur Maria, penetapan Ibukota Kabupaten Maybrat di Kumurkek, Distrik Aifat malah menjauhkan masyarakat dari pelayanan pemerintahan yang sudah sepantasnya diberikan kepada setiap warga negara. Selain itu, penentuan Ibukota Kabupaten Maybrat yang berkedudukan di Kumurkek, Distrik Aifat turut pula memicu terjadinya konflik dalam masyarakat.
Menurut Mahkamah, pembentukan Kabupaten Maybrat yang awalnya untuk meningkatkan pelayanan bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan kemampuan pemanfaatan potensi daerah tidak dapat terlaksana dengan ditetapkannya Ibukota Kabupaten Maybrat di Kumurkek, Distrik Aifat.
“Seharusnya, penetapan Ibu kota Kabupaten Maybrat ditetapkan berdasarkan aspirasi mayoritas masyarakat. Paling penting dengan mempertimbangkan wilayah yang paling memberi kemudahan pemberian pelayanan kepada masyarakat di seluruh wilayah Kabupaten Maybrat,” jelas Maria Farida. [M-15/L-8]

Sumber: http://sp.beritasatu.com/nasional/gubernur-papua-barat-dan-bupati

No comments:

Post a Comment